Dan akhirnya dia dibawa ke tingkat keempat, dimana dia melihat Tuhannya: ...yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai keteguhan; maka dia menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedang dia berada di ufuk yang tinggi, kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Sehingga jaraknya sekitar dua busur panah atau lebih dekat lagi.
Lalu disampaikannya wahyu kepada hamba- Nya apa yang telah diwahyukan Allah. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu hendak membantahnya tentang apa yang dilihatnya itu? Dan sungguh, dia telah melihatnya pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha, di dekatnya ada Surga tempat tinggal. (Q.S An-Najm, 5-15)
Hanya dia diantara semua manusia yang dipilih untuk diangkat sedemikian tinggi, datang begitu dekat, dan diperlihatkan Tuhannya, dengan demikian dia bisa memberi kesaksian atas apa yang dia sudah lihat dengan mata sendiri. Ini karena dia adalah satu-satunya tujuan penciptaan segala sesuatu yang tercipta.
Maka bila kita melihat keseluruhan ciptaan sebagai Pohon, dia adalah kehidupan, benih dari Pohon Eksistensi.
Buah dari pohon adalah hasil dari benihnya. Ketika benih ditanam, diairi, dibajak, dia bertunas, tumbuh berkembang, batang dan cabang-cabang terbentuk, kemudian dedaunan dan bunga-bungaan bersemi, dan menghasilkan buah.
Apakah kamu melihat benih ketika kamu melihat pohon tersebut? Semua pohon yang besar dahulunya ada dalam inti yang kecil, yang
darinya keluar menjadi pohon. Benih juga ada di dalam buah, untuk menjadi pohon bagi kelanggengannya.
Sama halnya dengan ruh Muhammad s.a.w, tersembunyi di dalam semua apa yang tercipta dari semenjak sangat awal, dan muncul dalam segala sesuatu ketika ia dilahirkan. Karena itu mengapa dia berkata:
Aku adalah Nabi ketika Adam masih berada diantara air dan tanah.
Maka ketetapan Pohon Eksistensi adalah ada dalam dia dari sangat awal, sampai yang paling akhir.
Maka berfirman Dia yang menciptakan semua dari ketiadaan, memujinya sebagai mahluk yang terbaik. Dia menyingkap yang terbaik ketika saatnya telah tiba untuk diperlihatkan.
Sebuah alegori seperti pedagang permadani, yang menyimpan permadani terbaik dibawah tumpukan, sedemikian sehingga permadai yang pertama yang dia letakkan akan menjadi permadani terakhir dan terbaik yang akan dia keluarkan untuk diperlihatkan.
Demikian halnya dengan kemunculan pemimpin umat manusia, junjungan kita Muhammad s.a.w, yang pertama dan terbaik dari semua ciptaan, tapi menjadi yang terakhir muncul dan dilahirkan sebagai manusia, untuk membimbing manusia menuju penghambaan
Sekarang ketika Dia yang menanam benih Pohon Eksistensi menghendaki untuk menumbuhkan didalamnya dahan kenabian, Dia memberi makan dahan tersebut dengan pupuk murni Kasih-Nya, diairinya dari cangkir
Kasih Sayang- Nya, menjaganya dalam pot Perlindungan-Nya, dan merawatnya sampai ia tumbuh dan berbunga. Wangi bunga-bunganya
semerbak menjauh dan meluas. Mereka yang mengetahui kebenaran menciumnya dan menghirup aromanya, yang menjadi gizi bagi jiwa-jiwanya.
Parfum ini, ketika orang beriman bernapas, menajamkan cahaya dalam akal-akal mereka. Ia berubah bentuk menjadi wangi manis yang keluar dari para pecinta Allah. Di sembarang tempat yang ia dapat menciumnya menjadi tempat perlindungan diamana para perompak berkumpul; ia menjadi air mancur dimana para pendosa
mencuci kotoran mereka dan melepaskan dahaga mereka.
Kapan saja angin berhembus dari daerah yang membakar dari orang gologan kiri – angin dosa dan kejahatan yang menghangguskan – atau manakala ada prahara pemberontakan, dahan yang berbuah dari Pohon yang dirahmati itu berguncangdan bergerak, serta menutup amal-amal jahat dari orang-orang golongan kiri.
Daun-daunnya yang hijau serta bunga-bunganya yang wangi dihangguskan dan layu. Tapi karena akarnya kokoh dalam tanah keimanan, Pohon Esistensi menjadi selamat.
Maka cabang-cabangnya melengkung diatas mereka yang berdosa, menjaga mereka aman dari kerusakan yang lebih jauh yang mungkin akan menimpa mereka.
Secara kebetulan, yang terbakar, jatuh, haus, diterjang oleh angin dosa yang menghangguskan, mungkin menerima dan menjadi sadar dibawah bayangan dahan keimanan. Dia akan berdiri tegak lurus, membersihkan dan mendinginkan dirinya sendiri dengan embun rahmat wangi yang menetes dari dedaunan dan bunga-bunga dahan layu tersebut yang menyelamatkannya.
Kemudian jika penyesalan itu tulus, jika tujuan-tujuan itu benar, jika tobat diterima, dahan keimanan yang telah lesu akan melahirkan daun-daun baru, yang segar dan hijau.
Dan ruh yang membela akan muncul dan membelanya – seseorang yang Allah telah turunkan sebagai perantara para pendosa, yang tentangnya Allah Sendiri bersumpah:
Demi bintang ketika terbenam! Sungguh kawanmu itu tidak sesat dan tidak pula keliru (Q.S. An-Najm, 1-2)
Dahan rahmat itu, disebut Muhammad pada Pohon Eksistensi, terbuat dari material yang darinya semua jiwa tercipta. Tapi jiwanya begitu murni, begitu kuat, yang menyinari semua jiwa kita.
Dipaparkan dalam makna rahasia perkataan Dia yang menciptakannya:
Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahanya- Nya seperti sebuah lubang yang tidak tembus yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca, tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, yaitu pohon Zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya, Allah memberi petunjuk kepada cahaya- Nya bagi orang yang Dia kehendaki (Q.S. An-Nur,35)
Allah, Cahaya Utama, adalah cahaya Dirinya Sendiri, bukan cahaya yang dinyalakan oleh cahaya lainnya.
Nabi Allah adalah lampu yang bersinar, yang diterangi oleh Cahaya-Nya; sebuah lampu yang ditempatkan dalam alam semesta, untuk menebarkan cahaya atas seluruh jiwa semua yang ada. Cahaya matahari yang menerangi pemunculan fisik tergantung dari pandangan mata dan tidak permanen.
Ketika Allah, sumber cahaya spiritual, berfirman:
Wahai manusia! Sesungguhnya telah sampai kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, dan telah kami turunkan padamu cahaya yang terang benderang. (Q.S. An-Nisaa, 174)
Cahaya itu adalah hati Muhammad; gelas yang didalamnya bersinar adalah raganya yang diberkati. Maka esensinya bersinar melalui perkataan dan tindakan serta kehadirannya.
Keberadaannya adalah murni dan transparan, dimurnikan oleh api Cahaya Ilahiah dalam hatinya. Ia bersinar laksana bintang terang, untuk menunjukkan jalan pada manusia untuk diikuti.
Minyak dari pohon zaitun yang diberkati adalah ruh kenabian, pesediaan cahaya yang tidak ada habis-habisnya yang akan menerangi jiwa-jiwa selamanya, dimana saja.
Dan bagi setiap jiwa manusia ada rangkaian cahaya pengetahuan, kebijaksanaan, dan petunjuk yang bergradasi Cahaya diatas cahaya
Takdir setiap orang ditentukan dalam hubungannya dengan kedekatan mereka pada Cahaya tersebut – ketaatan mereka mengikuti bintang yang cemerlang itu pada jalan kebenaran dan kehidupan mereka yang bersesuaian dengan aturan ilahi yang Cahaya tersebut manifestasikan.
Allah berfirman bahwa: Allah telah menurunkan air dari langit, maka mengalirlah ia di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada buihnya seperti itu.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang yang benar dan yang batil.
Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu tidak ada gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan. (Q.S. Ar-Ra’du, 17)
Dia menyamakan Muhammad yang Dikasihi-Nya dengan …air yang Dia turunkan dari langit menurut suatu ukuran… (Q.S.Al-Mu’minuun,18)
Seperti air memberi kehidupan pada segala sesuatu, cahaya Muhammad memberi kehidupan pada setiap hati, dan eksistensinya adalah Rahmat Allah atas alam semesta. Maka jiwa seluruh manusia disinari oleh cahayanya. Hati mereka seperti palung sungai dimana air Rahmat Allah dari Surga disalurkan dan dialirkan.
Tapi sebagian hati mereka luas dan sebagiannya lagi sempit, sebagian megah sekali dan sebagian sederhana.
Dalam setiap palung sungai hati dimana air kehidupan mengalir – sebagian kurang, sebagian lebih, sesuai dengan kemampuan yang sanggup masing-masing pikul. Sungai-sungai ini berjalan kemana saja dan setiap suku mengetahui tempat minumnya (Q.S. Al-Baqarah,60)
Maka Tuhan menyamakan wujud fisik Muhammad dengan busa yang timbul pada permukaan ketika semburan air murni mengalir.
Itu adalah simbol kemanusiaannya - makan, minum, bercinta seperti orang-orang lainnya lakukan dalam kesehariaannya – semua yang orang-orang lakukan hari demi hari, yang berlalu dan sirna.
Tapi apa yang dia perintahkan untuk dilakukan oleh manusia – membawa mereka perkataan Allah, pengetahuannya, kebijaksanaannya, perhatiannya, agamanya, campur tangannya – akan selalu tetap, di dunia ini dan di akhirat kelak.
Allah dalam kebijaksanaan-Nya menciptakan Muhammad sebagai seorang manusia, menggunakan materi yang kasar dan juga yang baik untuk membuat bentuk dan karakternya.
Penampakannya adalah yang paling indah diantara manusia, dan dalam sifat-sifatnya dia lah yang terbaik. Dia diciptakansebagai simbol manusia paripurna sedemikian sehingga yang lainnya menganggapnya seperti itu dan mendengarkannya
Tiada ulasan:
Catat Ulasan